Legalisme adalah salah satu ideologi filsafat Cina klasik yang tumbuh pada periode yang kurang lebih sama dengan Konfusianisme (masa negara-negara berperang). Pemikir terbesar dari ajaran ini adalah Han Feizi yang berasal dari negara Han (pada masa dinasti Zhou, bukan dinasti Han). Walaupun berasal dari Han, tapi justru ajaran ini digunakan oleh Kaisar pertama China, Qin Shi Huangdi. Dengan kata lain, justru bukan Konfusianisme, tapi Legalisme yang telah berjasa mempersatukan China.
Pencetus ajaran ini adalah Shang Yang, seorang menteri dari Dinasti Shang. Ajaran ini kemudian mencapai puncaknya pada pemikiran Han Feizi berkat kitab Fa Jia yang dia tulis. Berbeda dengan Konfusianisme yang agak meragukan keasliannya, Legalisme berhasil didokumentasikan dengan baik dan keasliannya masih terjaga. Ia juga menjadi satu-satunya pemikiran klasik yang dokumennya lengkap.
Han Feizi, sebagai seorang pangeran dari negeri Han, adalah seorang yang cerdas tapi memiliki masalah gagap dalam berbicara. Sewaktu muda ia belajar Konfusianisme pada Xun Zi, bersama dengan calon perdana menteri negeri Qin, Li Si. Namun justru pada hukumlah hatinya tertambat. Dia melihat bahwa moral bukanlah patokan utama untuk membuat keteraturan. Ia berpendapat bahwa manusia pada dasarnya jahat dan mempunyai kecenderungan untuk melanggar hukum, untuk itu diperlukan hukum yang ketat untuk mencegah mereka.
Pemikirannya tidak diterima di negerinya sendiri (Han), sehingga dia pergi menemui kawannya, Li Si, yang telah menjadi perdana menteri dari raja Qin. Li Si yang menyadari pemikirannya yang cemerlang malahan mengkhianatinya dan menjebloskan Han Fei ke penjara dengan tuduhan mata-mata dari negeri Han. Kitab pemikiran Han Fei kemudian dirampas dan diberikan kepada raja Qin, yang kemudian menggunakannya sebagai ideologi negara.
Pola pemikiran Legalisme sangat pragmatis dan cenderung menghindari utopia seperti Konfusianisme. Pemikirannya sangat sederhana dengan dasar pemikiran, “orang yang berbuat jasa akan diberi hadiah sedangkan yang berbuat kesalahan akan diberikan hukuman”. Pada akhirnya, memang semua bawahan dari Qin Shi Huang sangat patuh pada perintah jenderalnya.
Berkat pemikiran ini, Qin Shi Huang dikenal sebagai raja tiran yang sangat kejam (hampir dalam semua literatur Qin Shi Huang digambarkan demikian, mungkin hanya film Hero-nya Zhang Yimou yang dibintangi Jet Li yang menggambarkan Qin Shi Huang secara berbeda). Ribuan orang dihukum karena kesalahan mereka. Dinasti Qin akhirnya dikenal sebagai dinasti yang pertama sukses mempersatukan Cina, tapi juga sangat cepat jatuh. Ini tidak lain karena penerapan Legalisme ini membutuhkan penguasa yang kuat (Er Huang Di bukanlah penguasa yang kuat sehingga kekuasaannya jatuh oleh pemberontakan Liu Bang / Han Gaozu).
Qin Shi huang bukan hanya menyatukan Cina dalam hal wilayah, tapi juga dalam banyak hal lainnya. Tulisan yang berbeda-beda dipersatukan. Ukuran dan takaran, bahkan hingga aturan pembangunan jalan disetarakan di seluruh Cina. Pertahanan negeri ditingkatkan (pembangunan Chang Cheng / Great Wall) untuk mencegah serangan Mongol. Hanya ada satu hal yang sangat disayangkan yaitu pembakaran kitab dan pembantaian dari pemikir mazhab lain, untuk menjaga Legalisme.
Pendapat penulis, pada zaman kekacauan memang kepastian hukum lebih diperlukan dari ajaran moral. Pragmatisme hukum yang pasti dan tegas diperlukan untuk menertibkan “dunia” (Tian xia). Sejarah membuktikan bahwa memang tokoh-tokoh yang cenderung tiranlah yang berhasil mempersatukan negeri. Pada masa Tiga Kerajaan, Wei, yang paling kejamlah yang berhasil. Dinasti Ming juga didirikan oleh seorang mantan penjahat yang ketat menjaga keamanan dirinya dan tidak mempercayai orang lain, dan ia bisa menjadi dinasti yang paling settle setelah kejatuhan Tang.
Sejarah membuktikan bahwa peristiwa akan berulang. Kepemimpinan yang didasarkan pada sikap tangan besi kini kembali menguasai tanah Cina. Sejak 1949 pemerintah komunis mendirikan “dinasti” yang telah bertahan hampir 60 tahun. Pada awal kekuasaannya tidak bisa dipungkiri bahwa PKC menggunakan sistem tangan besi dengan aturan yang ketat untuk menjaga kestabilan pemerintahannya. Masa-masa revolusi itu telah berhasil dilewati dan kini PKC dan Cina telah menjadi “Ming” baru yang stabil.
Kini, PKC kembali melakukan dialektika untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dunia. Dengan menganut sistem ekonomi yang bebas, PKC memberikan kesejahteraan pada sebagian besar warganya dan berhasil memberikan kebutuhan dasar pada hampir seluruh warganya. Bila dianalogikan, maka kini PKC telah menjadi dinasti yang menggunakan Konfusianisme dan mulai menanggalkan Legalisme yang dianutnya dulu (1940an hingga 1989). Keberhasilan ini memberikan legitimasi pada PKC untuk berkuasa.
Bila pada masa lalu martir dari keberhasilan adalah Han Fei, maka kini yang menjadi martir PKC adalah Mao Zedong. Walaupun secara de jure masih dipuja, tapi pada masa awal kepemimpinannya, Deng Xiaoping banyak menggunakan tesis anti-Mao untuk menggerakkan roda pemerintahannya. Han Gaozu zaman kontemporer kita adalah Deng Xiaoping, dan Han Wudinya adalah Hu Jintao (setidaknya hingga kini) dengan keberhasilannya membawa rezim PKC pada puncak kegemilangannya.
Sejarah mencatat bahwa roda nasib selalu berputar. Apa yang ada di atas pasti akan turun pada suatu waktu. Kekuasaan adalah contoh nyata dari tesis ini. Partai (pihak) yang berkuasa ada kalanya pasti turun. Di Amerika, Demokrat dan Republikan terus bersaing dalam hal apapun dan selalu bergantian memimpin. Di Indonesia, Golkar yang tadinya tidak tersentuh kini harus bergantian dalam menjadi nakhoda negeri ini. Kini, hanya waktu yang bisa membuktikan apakah rezim di Cina akan berputar...
Selasa, 27 Mei 2008
Rabu, 21 Mei 2008
Tiananmen, Demokrasi, CIA
Peristiwa Tiananmen 1989 yang sangat terkenal itu, menyimpan indikasi adanya pengaruh asing dalam kejadian di Cina saat itu. Kejadian yang bermula dari “sekedar” peringatan berkabung untuk Hu Yaobang ternyata berkembang menjadi sebuah gerakan masal untuk menuntut demokrasi. Dalam tulisan ini, penulis bernat mengupas beberapa teori yang merujuk pada campur tangan pihak asing dalam peristiwa Tiananmen.
Peristiwa Tiananmen adalah peristiwa besar yang terjadi dalam latar belakang perang dingin. Perang yang berintikan perebutan pengaruh dari dua blok kekuatan besar dunia (blok barat dan timur) ini masih berkobar di seluruh penjuru dunia, dan sebagai negara komunis, maka Cina menjadi salah satu ancaman terbesar bagi Amerika Serikat (blok Barat) dan sekutu-sekutunya.
Perlu diingat bahwa pada masa itu peperangan bukan dilakukan dengan persenjataan. Peperangan antara dua ideologi besar dunia itu dilakukan dengan melalui perebutan pengaruh di suatu region, termasuk Asia Timur. Cara merebut pengaruh bisa melalui berbagai cara. Yang paling lazim adalah melalui sektor ekonomi dengan berbagai bantuan, seperti Truman Doctrine dan lain-lain.
Cara lain yang juga sangat ampuh untuk meningkatkan pengaruh di suatu kawasan atau negara adalah dengan cara-cara agitasi dan propaganda. Ini adalah zaman keemasan untuk para spion. Masing-masing pihak saling mengirimkan mata-mata ke pihak lawan untuk menyebarkan faham-faham dan terutama untuk meningkatkan keresahan (discontent) di kalangan rakyat yang tidak puas. Selain itu, penyebaran isu global juga dikeluarkan melalui peran pers dan kalangan muda kelas menengah yang progresif terhadap pembaruan. Inilah yang kemungkinan terjadi di negeri Cina pada saat peristiwa Tiananmen.
Sebagai sebuah negara komunis, Cina terus dipantau oleh Blok Barat sebagai ancaman utama. Apalagi, perkembangan ekonomi yang menakjubkan selama 10 tahun sejak Reformasi 1978 telah menjadikan Cina sebagai naga yang baru. Walaupun sejak 1960 Cina berkonflik dengan Uni Sovyet sebagai dedengkot komunisme, tapi ideologi yang digunakan masih tetap sama.
Untuk memulai sebuah revolusi dan perubahan, perlu penyulut dari dalam dan pendorong dari luar. Penyulut dari dalam yang terbesar adalah masalah kesenjangan sosial yang muncul sebagai dampak sampingan dari kapitalisasi ekonomi. Sebagaimana negara lainnya, kesenjangan miskin-kaya muncul sejak komune dihapuskan. Penyulut di dalam kedua yang jelas terlihat adalah masalah korupsi yang dilakuka pejabat dan keluarganya. Yang menjadi masalah adalah demokrasi. Bagaimana mungkin konsep demokrasi muncul di Cina?
Ketika kemudian muncul permintaan tentang demokratisasi, maka, Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: dari mana rakyat Cina mendapatkan suatu konsep demokrasi, dan, demokrasi seperti apa yang ingin diwujudkan oleh pemuda Cina sebagai pembaharuan kelima? Ingat! Kalau rakyat Cina tidak tahu mengenai demokrasi, mana mungkin mereka ingin demokrasi? Tidak mudah untuk mewujudkan demokrasi. Walaupun undang-undang organis yang mengatur demokrasi disetujui pada medio 1980an, tapi praktek untuk pembuatan komite desa (demokrasi terendah di Cina) sendiri baru selesai pada 1990.
Perlu diingat bahwa informasi bukanlah suatu hal yang mudah didapat di Cina. Tambahan lagi, semua informasi dibatasi dengan segala hal yang disampaikan dalam Renmin Ribao sebagai koran resmi pemerintah dan corong utama informasi di Cina. Internet pada masa itu belum dikenal, sehingga belum bisa menjadi sumber informasi alternatif, seperti yang dikemukakan Robert Dahl. Demokrasi yang dikenal Cina adalah ”demokrasi” yang kerap disebut oleh Mao Zedong, alias demokrasi yang mendukung legitimasi dan hegemoni partai. Jangankan bicara demokrasi Rousseau, pembagian kekuasaan (trias politica) Montesquie saja masih belum dilakukan di Cina!
Yang paling memungkinkan untuk menjadi penyebar konsep demokrasi adalah para mahasiswa, reporter berita, pejabat dan mata-mata asing. Mari kita kesampingkan pejabat, yang tidak mungkin dengan sengaja menyebar demokrasi Barat. Reporter adalah golongan yang punya akses cukup dengan dunia luar, tapi mengingat pengawasan terhadap mereka, kemungkinan kecil untuk menyebarkan faham demokrasi. Yang paling mungkin adalah mahasiswa dan mata-mata asing!
Mata-mata asing menyusup dengan dua cara: memasukkan orang asing ke Cina atau menggunakan orang lokal yang diperdaya atau direkrut secara sukarela. Melihat komposisi yang turun pada peristiwa saat itu, kemungkinan besar, mahasiswa adalah institusi pertama yang dimasuki oleh asing, baru kemudian ke bagian lain. Mahasiswa dikatakan sebagai pilar demokrasi yang kelima, tapi dalam kasus Cina, mengingat pilar satu sampai empat mati suri (atau terancam mati dtitodong bedil), maka bisa dikatakan bahwa mahasiswa adalah pembawa panji demokrasi satu-satunya.
Kemungkinan besar, inilah yang terjadi. Mahasiswa dimanfaatkan oleh asing untuk memasukkan faham demokrasi, dan kemudian dengan memanfaatkan momen berkabung Hu Yaobang, kegiatan itu disetir untuk menjadi sebuah demonstrasi untuk menuntut demokrasi.
Ada sebuah teori menarik tentang demonstrasi. Bila di Amerika ada sekelompok kecil orang berdiri sambil berteriak-teriak di depan Gedung Putih, maka mereka akan sekedar lewat saja. Bila jumlahnya agak banyak mereka akan geleng-geleng kepala dan kalau banyak sekali mereka akan menjadikan itu tontonan. Bila di Cina ada yang berdiri dan berteriak protes di Tiananmen, bila didiamkan, dalam 10 menit menjadi 10 orang, satu jam bertambah 1000 orang, dan dalam sehari menjadi puluhan ribu orang! Untuk itu, pemerintah Cina tidak bisa mendiamkan begitu saja masalah ini, dan mengambil tindakan tegas dalam mengatasi masalah.
Inilah yang diincar oleh blok Barat. Penghancuran nama dari anggota blok Timur. Setahun berikutnya terbukti bahwa keputusan yang diambil pemerintah PKC untuk mempertahankan kekuasaannya tepat. 1990, tembok Berlin runtuh... dan tidak lama kemudian tinggal Cina dan Korea Utara yang tersisa sebagai bekas blok Timur di kawasan Asia Timur.
Peristiwa Tiananmen adalah peristiwa besar yang terjadi dalam latar belakang perang dingin. Perang yang berintikan perebutan pengaruh dari dua blok kekuatan besar dunia (blok barat dan timur) ini masih berkobar di seluruh penjuru dunia, dan sebagai negara komunis, maka Cina menjadi salah satu ancaman terbesar bagi Amerika Serikat (blok Barat) dan sekutu-sekutunya.
Perlu diingat bahwa pada masa itu peperangan bukan dilakukan dengan persenjataan. Peperangan antara dua ideologi besar dunia itu dilakukan dengan melalui perebutan pengaruh di suatu region, termasuk Asia Timur. Cara merebut pengaruh bisa melalui berbagai cara. Yang paling lazim adalah melalui sektor ekonomi dengan berbagai bantuan, seperti Truman Doctrine dan lain-lain.
Cara lain yang juga sangat ampuh untuk meningkatkan pengaruh di suatu kawasan atau negara adalah dengan cara-cara agitasi dan propaganda. Ini adalah zaman keemasan untuk para spion. Masing-masing pihak saling mengirimkan mata-mata ke pihak lawan untuk menyebarkan faham-faham dan terutama untuk meningkatkan keresahan (discontent) di kalangan rakyat yang tidak puas. Selain itu, penyebaran isu global juga dikeluarkan melalui peran pers dan kalangan muda kelas menengah yang progresif terhadap pembaruan. Inilah yang kemungkinan terjadi di negeri Cina pada saat peristiwa Tiananmen.
Sebagai sebuah negara komunis, Cina terus dipantau oleh Blok Barat sebagai ancaman utama. Apalagi, perkembangan ekonomi yang menakjubkan selama 10 tahun sejak Reformasi 1978 telah menjadikan Cina sebagai naga yang baru. Walaupun sejak 1960 Cina berkonflik dengan Uni Sovyet sebagai dedengkot komunisme, tapi ideologi yang digunakan masih tetap sama.
Untuk memulai sebuah revolusi dan perubahan, perlu penyulut dari dalam dan pendorong dari luar. Penyulut dari dalam yang terbesar adalah masalah kesenjangan sosial yang muncul sebagai dampak sampingan dari kapitalisasi ekonomi. Sebagaimana negara lainnya, kesenjangan miskin-kaya muncul sejak komune dihapuskan. Penyulut di dalam kedua yang jelas terlihat adalah masalah korupsi yang dilakuka pejabat dan keluarganya. Yang menjadi masalah adalah demokrasi. Bagaimana mungkin konsep demokrasi muncul di Cina?
Ketika kemudian muncul permintaan tentang demokratisasi, maka, Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: dari mana rakyat Cina mendapatkan suatu konsep demokrasi, dan, demokrasi seperti apa yang ingin diwujudkan oleh pemuda Cina sebagai pembaharuan kelima? Ingat! Kalau rakyat Cina tidak tahu mengenai demokrasi, mana mungkin mereka ingin demokrasi? Tidak mudah untuk mewujudkan demokrasi. Walaupun undang-undang organis yang mengatur demokrasi disetujui pada medio 1980an, tapi praktek untuk pembuatan komite desa (demokrasi terendah di Cina) sendiri baru selesai pada 1990.
Perlu diingat bahwa informasi bukanlah suatu hal yang mudah didapat di Cina. Tambahan lagi, semua informasi dibatasi dengan segala hal yang disampaikan dalam Renmin Ribao sebagai koran resmi pemerintah dan corong utama informasi di Cina. Internet pada masa itu belum dikenal, sehingga belum bisa menjadi sumber informasi alternatif, seperti yang dikemukakan Robert Dahl. Demokrasi yang dikenal Cina adalah ”demokrasi” yang kerap disebut oleh Mao Zedong, alias demokrasi yang mendukung legitimasi dan hegemoni partai. Jangankan bicara demokrasi Rousseau, pembagian kekuasaan (trias politica) Montesquie saja masih belum dilakukan di Cina!
Yang paling memungkinkan untuk menjadi penyebar konsep demokrasi adalah para mahasiswa, reporter berita, pejabat dan mata-mata asing. Mari kita kesampingkan pejabat, yang tidak mungkin dengan sengaja menyebar demokrasi Barat. Reporter adalah golongan yang punya akses cukup dengan dunia luar, tapi mengingat pengawasan terhadap mereka, kemungkinan kecil untuk menyebarkan faham demokrasi. Yang paling mungkin adalah mahasiswa dan mata-mata asing!
Mata-mata asing menyusup dengan dua cara: memasukkan orang asing ke Cina atau menggunakan orang lokal yang diperdaya atau direkrut secara sukarela. Melihat komposisi yang turun pada peristiwa saat itu, kemungkinan besar, mahasiswa adalah institusi pertama yang dimasuki oleh asing, baru kemudian ke bagian lain. Mahasiswa dikatakan sebagai pilar demokrasi yang kelima, tapi dalam kasus Cina, mengingat pilar satu sampai empat mati suri (atau terancam mati dtitodong bedil), maka bisa dikatakan bahwa mahasiswa adalah pembawa panji demokrasi satu-satunya.
Kemungkinan besar, inilah yang terjadi. Mahasiswa dimanfaatkan oleh asing untuk memasukkan faham demokrasi, dan kemudian dengan memanfaatkan momen berkabung Hu Yaobang, kegiatan itu disetir untuk menjadi sebuah demonstrasi untuk menuntut demokrasi.
Ada sebuah teori menarik tentang demonstrasi. Bila di Amerika ada sekelompok kecil orang berdiri sambil berteriak-teriak di depan Gedung Putih, maka mereka akan sekedar lewat saja. Bila jumlahnya agak banyak mereka akan geleng-geleng kepala dan kalau banyak sekali mereka akan menjadikan itu tontonan. Bila di Cina ada yang berdiri dan berteriak protes di Tiananmen, bila didiamkan, dalam 10 menit menjadi 10 orang, satu jam bertambah 1000 orang, dan dalam sehari menjadi puluhan ribu orang! Untuk itu, pemerintah Cina tidak bisa mendiamkan begitu saja masalah ini, dan mengambil tindakan tegas dalam mengatasi masalah.
Inilah yang diincar oleh blok Barat. Penghancuran nama dari anggota blok Timur. Setahun berikutnya terbukti bahwa keputusan yang diambil pemerintah PKC untuk mempertahankan kekuasaannya tepat. 1990, tembok Berlin runtuh... dan tidak lama kemudian tinggal Cina dan Korea Utara yang tersisa sebagai bekas blok Timur di kawasan Asia Timur.
Langganan:
Postingan (Atom)